Wawancara Pongki Barata: Krisis lagu anak di Indonesia, apa yang sebenarnya terjadi?

March 12, 2018
1499 Views

Di sebuah kafe, seorang ibu muda terlihat mengeluh kepada temannya. Ia merasa prihatin dengan kurangnya lagu anak-anak di era sekarang. Padahal di zamannya dulu, ia mengaku dipuaskan oleh lagu anak yang melimpah. Salah satu favoritnya adalah “Libur Telah Tiba” yang dipopulerkan oleh Tasya Kamila.

Menanggapi sang ibu, si temannya ini langsung mengamini. Keduanya kemudian bernostalgia dengan lagu-lagu favoritnya di masa dulu. Semangat dan tawa mereka menggema sampai ke seluruh penjuru kafe.

Gara-gara percakapan itu. Saya jadi kepikiran tentang hal ini. Kejam rasanya kalau membiarkan anak-anak dipaksa dewasa oleh lagu-lagu yang diputar di televisi setiap hari. Padahal kalau sedikit melansir sebuah artikel di Tempo, ketiadaan lagu anak secara gak langsung bisa mempengaruhi kondisi psikologi mereka saat besar nanti.

Lalu, apa sebenarnya yang terjadi dengan lagu-lagu anak di era sekarang. Benarkah gak adanya lagu anak disebabkan oleh kurang lakunya tema ini di ranah bisnis? Hmm, untuk menjawabnya, saya memutuskan untuk menelpon musisi senior Tanah Air, Pongki Barata. Personel The Dance Company yang juga seorang solois ini lantas memberi gambaran yang cukup mencerahkan.

“Musik bukanlah bisnis yang 1+1=2. Jadi perihal laku enggaknya sebuah lagu itu sangat bergantung dengan banyak faktor. Gak bisa ditebak sebelumnya. Makanya kalau ada yang bilang gak adanya lagu anak sekarang karena enggak laku, ya gak bisa dibilang gitu juga. Memang sedang gak tren aja kalau menurut saya,” jawab Pongki saat dihubungi melalui sambungan telepon.

“Sebenarnya dalam satu tahun biasanya ada satu atau tiga lagu anak yang dirilis. Tapi ya mungkin orang memang sedang enggak mencari. Nanti kalau ada satu yang meledak, baru yang lain ikutan buat. Selama ini kan polanya seperti itu. Jadi sebenarnya kalau menurut saya lagu anak itu selalu ada. Tapi yang jadi masalah orang mau mencari atau tidak,”

Pongki menambahkan, ia dan bandnya The Dance Company juga sempat berinisiatif membuat lagu-lagu yang diperuntukkan untuk anak kecil. Namun, hasilnya memang kurang menggembirakan.

“Tahun 2010, The Dance Company sempat bikin TDC For Kids. Itu album anak. Satu album penuh kita luncurkan. memang responnya biasa-biasa saja. Ya saya juga kurang tahu… Orang teriak-teriak gak ada lagu anak tapi kalau sudah ada gak dibeli,” ungkapnya.

“Tapi saya juga melihat Naura, putri dari Nola Be3. (Dua tahun terakhir) ia mengeluarkan album anak yang bagus sekali. Hasilnya juga luar biasa sampai bisa konser. Jadi meskipun sedikit, lagu anak akan selalu ada. Tinggal orang meresponnya bagaimana.”

Dari perbincangan tadi, ada sebuah kesimpulan kalau yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, termasuk musiknya, adalah orangtua atau wali dari anak itu sendiri. Informasi yang semakin berkembang juga seharusnya bisa memudahkan para orangtua mengarahkan mereka untuk menonton dan mendengarkan hal-hal yang berbau positif.

So, sekarang pilih mana? Mulai bertindak demi anak-anak kita, atau sekedar mengeluh tanpa arti?

“Kalau memang perlu lagu anak, carilah, jangan menunggu disajikan,” tegas Pongki.

Share your thoughts

You may be interested

Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian
Viral
0 shares26142 views
Viral
0 shares26142 views

Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian

Batok.co - Nov 30, 2018

Selamat jalan Stephen Hillenburg.

Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)
Viral
0 shares7167 views
Viral
0 shares7167 views

Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)

Batok.co - Nov 29, 2018

“Ngapa lu loncat lontong!”