Perempuan Indonesia dihajar sampai babak belur oleh sekuriti klub malam di Korea Selatan, yang diduga rasis

September 4, 2017
1577 Views
Foto perempuan Indonesia babak belur dihajar sekuriti klub malam Korea Selatan.

Cerita soal seorang perempuan Indonesia yang dianiaya oleh seorang petugas keamanan klub malam di Korea Selatan memicu kemarahan di media sosial terutama dari kalangan ekspatriat di sana. Seperti korban, mereka percaya kalau insiden dipicu sentimen rasial. Insiden terjadi Jumat lalu di sebuan klub di Busan.

Jessica Setia (21) yang telah kuliah dan tinggal di Korea Selatan selama dua tahun seperti terlihat dalam foto, menderita luka parah di bibir dan dagu.

Melalui Facebook, Joshua Irwin, salah satu teman Jessica yang bersamanya malam itu mengungkapkan kejadian versinya. Post asli sudah tak bisa diakses publik, meski begitu laman Koreanized telah me-repostnya.

Irwin mengatakan selain rasisme, insiden juga berbau seksisme.

Coba baca post lengkapnya:

This is sad, disgusting and incredibly appalling. It's absolutely shameful women aren't treated as equals in many parts…

Koreanized 发布于 2017年9月2日

Berikut terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia:

Tadi malam seorang wanita dipukuli di Groove, Seomyeon, Busan.

Saya, Gabrielle, dan beberapa temannya dari Indonesia masuk ke Seomyeon sekitar pukul 23:00. Ketika kami sampai di depan untuk pemeriksaan kartu identitas, Gabrielle sedang berbicara dengan saya dan penjaga pintu merasa terganggu dengan lalu melemparkan kartu identitasnya ke lantai. Saat dia (Gabrielle) memungutnya, dia bertanya kepadanya dalam bahasa Korea apakah dia tahu dia bersikap kasar, dan dia (petugas) kemudian menunjukkan kepada temannya dan berkata 씨발 (ini sangat kasar dalam bahasa Korea). Dia (Gabrielle) mendengarnya dan dia (petugas) berulang kali mengulangi apa yang dia katakan dan kemudian dia meneriakinya untuk keluar (dalam bahasa Korea) dan menyeretnya. Dia mendorong Gabrielle lalu kami berdua terjatuh dari tangga. Kami semua mulai meneriakinya dan kemudian salah satu temannya (teman Gabrielle) terlibat dan mendorongnya (si petugas) karena dia mendorong Gabrielle. Dia (petugas) (diedit) kemudian mulai memukul wanita malang ini di mulut beberapa kali sebelum saya bisa nyelip diantara mereka dan menjauhkannya dari dia. Dia (Jessica) berdarah deras hampir seketika.

Pukulannya langsung merobek bibirnya dan darah mulai mengalir kemana-mana, sebagian besar teman-temannya (dan saya) berlumuran darahnya. Kami kelihatan seperti telah diserang karena ada noda darah di seluruh pakaian kami. Kami akhirnya menurunkannya dan saya menelpon polisi dan untungnya mereka dengan cepat datang.

Gadis malang itu merintih akibat ketidakadilan dan rasa sakit yang dialaminya. Polisi naik ke lantai atas dan membawa orang tersebut ke tahanan namun sebagian besar orang di sana tidak yakin bahwa dia akan mendapatkan keadilan karena

Dia (korban) adalah orang asing dan dia (pelaku) orang Korea.
Tidak ada rekaman CCTV.
Satu-satunya saksi mata (saya dan beberapa orang lainnya) adalah orang asing dan berada di pihak korban sehingga akan bias. Entah kenapa tidak ada orang Korea lainnya yang di telepon diminta untuk menjadi saksi.

Hal yang membuat saya sangat marah adalah saat polisi sedang mengambil pernyataan saya, temannya (teman pelaku) tertawa. Dia dan temannya tidak menunjukkan penyesalan. Dia bahkan tidak memiliki kesopanan untuk meminta maaf.

Polisi bertindak cepat dan mereka sangat mengerti dan mencoba yang terbaik untuk membantu menyelesaikan situasi ini. Salut kepada mereka

Ada beberapa orang Korea yang melihat gadis yang duduk di jalan berdarah dan seseorang membeli beberapa tisu basah dan air dan yang lainnya terus memanggil polisi untuk memastikan mereka tiba.

Gabrielle dan saya pergi ke dua rumah sakit yang berbeda untuk mencari temannya, dan temannya membutuhkan jahitan di bibirnya untuk menutupnya. Terakhir kali kami melihatnya, dia mendapatkan CT scan untuk menilai adanya kelainan.

Sekarang, bagaimana mungkin hal seperti ini terjadi akibat provokasi kecil seperti itu. Saya percaya bahwa semua ini dimulai karena keyakinan kolot dan misoginis dan menyedihkan bahwa pria lebih unggul dari wanita. Ide ini endemik di banyak masyarakat (terutama di Korea). Pertengkaran ini terjadi karena dalam cara berpikir mereka, jika wanita tidak mengikuti protokol dan dengan berbuat begitu tidak hormat pada pria maka dia perlu diperiksa dan dihukum. Semua yang dilakukan Gabrielle tidak memusatkan perhatian pada pria itu saat memeriksa kartu namanya. Saya telah melakukan ini berkali-kali dan tidak ada yang pernah melemparkan kartu saya ke lantai. Saya seorang laki-laki dan dengan demikian saya terlihat lebih setara. Jadi saya tidak bisa mempermalukan ego pria sebanyak mungkin wanita.

Lebih jauh lagi, menjadi orang asing kulit putih tidak diragukan lagi lebih berpengaruh daripada orang asing yang tidak terlihat putih atau berasal dari negara Asia lainnya. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa saya pikir saya lebih baik atau orang kulit putih lebih baik tapi tidak dapat dipungkiri bahwa kita menerima manfaat karena ras kita. Gabrielle dan teman-temannya orang Indonesia dan diperlakukan seolah-olah mereka sub-manusia. Aku berada di antara keduanya saat dia memukulnya dan aku tidak terkena sama sekali. Seandainya itu wanita Korea, atau wanita kulit putih, maka saya yakin ini tidak akan separah itu.

Fakta bahwa pria ini merasa berhak menyakiti wanita yang tidak menghormatinya dan cara teman-temannya mendorong pemikiran ini dengan menertawakan rasa sakit wanita ini adalah alasan mengapa [diedit]. Saya telah melihat ini di Afrika Selatan dan saya telah melihat ini di Korea. Saya melihat seorang pria di sekolah saya berulang kali menampar pacarnya karena dia terus mengajukan pertanyaan sulit kepadanya. Mentalitas bahwa seorang wanita yang menolak harus didisiplinkan itu sangat kuno dan konyol.

Kita perlu mengajari laki-laki dimanapun untuk menjadi lebih baik dari ini … “

~ Joshua Irwin

Dalam sebuah wawancara, Gabrielle mengatakan kalau insiden ini terjadi karena kebangsaannya.

“Saya terbiasa menemukan orang yang memandang rendah orang Indonesia. Saya pikir dia (petugas sekuriti yang menghajarnya) tidak menyukai orang asing terutama karena kami bukan orang Kaukasia kulit putih. Saat kami kesal dan menunjukan itu kepadanya, saya rasa itu membuatnya marah,” kata Gabrielle dikutip dari Korea Herald.

Sementara itu pihak klub malam membantah kalau petugas keamanannya telah menyerang dan bersikap rasis. Mereka berdalih kalau Jessica lah yang memulai dengan makian dan tinjunya. Si petugas yang kemudian melukai wajah Jessica hanya membela diri.

Kepolisian setempat masih menyelidiki kasus ini dan memeriksa beberapa saksi. Menurut penyelidikan mereka, pipi kiri petugas keamanan klub “bengkak”, mengindikasikan kalau ini merupakan perkelahian dua pihak.

Menurut Korea Herald, versi dari Irwin soal insiden ini telah menjadi sangat viral. Minggu kemarin, post-nya di Facebook telah mendapat lebih dari 1000 likes, dibagikan lebih dari 650 kali dan mendapat 200 komentar. Banyak dari komentar tersebut datang dari ekspatriat yang mengaku juga telah menjadi korban rasisme di Korea Selatan.

Meski begitu, Irwin telah mengupdate postnya dan menegaskan bahwa insiden ini bukanlah alasan untuk untuk bersikap rasis atau mengeneralisir orang Korea.


Batok.co: Ragam cerita seru dari duniamu. Terkini dan terabsurd dari seluruh penjuru planet.

Share your thoughts

You may be interested

Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian
Viral
0 shares26225 views
Viral
0 shares26225 views

Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian

Batok.co - Nov 30, 2018

Selamat jalan Stephen Hillenburg.

Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)
Viral
0 shares7220 views
Viral
0 shares7220 views

Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)

Batok.co - Nov 29, 2018

“Ngapa lu loncat lontong!”