Kicauan menghina Jokowi di twitter berkurang 53% semenjak Kapolri terbitkan surat edaran “Hate Speech”

Sebagai pengguna aktif twitter, beberapa bulan ke belakang kami sering melihat hashtags yang menghina atau menghujat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintahnya.

Tapi kami perhatikan kritik-kritik pedas itu sudah jarang sekali muncul semenjak Kapolri, Badrodin Haiti, menerbitkan surat edaran (SE) “Hate Speech” untuk memberantas ‘kebencian’ di sosial media.

Seperti yang dilaporkan BBC Indonesia, sebelum SE “Hate Speech” diterbitkan, lembaga analisis data, Indonesia Indicator, bisa mengumpulkan rata-rata 6,540 kicauan yang menghina Jokowi di Twitter dalam sebulan.  

Kicauan-kicauan tersebut biasanya menyertakan kata-kata kasar seperti, “kafir”, “taik”, dan “goblok” yang ditujukan kepada presiden.
Tapi semenjak SE “Hate Speech” diterbitkan pada 8 Oktober lalu, hinaan-hinaan itu berkurang drastis sebanyak 53% dengan hanya rata-rata 3,114 tweets dalam satu bulan.

Indonesia Indicator mengatakan hinaan kepada Jokowi sekarang rata-rata lebih halus dibanding dulu, seperti “Jokowi hilang akal.”

Fakta ini sepertinya mengancam kebebasan berekspresi dan berbicara di negara kita, padahal banyak yang memandang Presiden Jokowi sebagai presiden yang mengedepankan kebebasan berpendapat.

Sampai saat ini memang belum ada laporan adanya warga Indonesia yang dijerat hukum karena melontarkan kata-kata yang masuk kriteria “Hate Speech” versi polisi (termasuk di dalamnya: hasut untuk melakukan kekerasan, fitnah, dan kebohongan publik).

Tapi sepertinya polisi Indonesia berhasil membuat orang-orang takut bersuara.

“Hate speech” yang mengajak orang untuk anarki memang gak benar, tapi kalau SE “Hate Speech” ini tidak diberi garis yang jelas, bisa-bisa nantinya malah membungkam kritik masyarakat terhadap pemerintah yang berkuasa.